Panduan Lengkap Perilaku Biaya Berdasarkan Aktivitas Pada Bisnis

Situsnesia.com
Panduan Lengkap Perilaku Biaya Berdasarkan Aktivitas Pada Bisnis
Panduan Lengkap Perilaku Biaya Berdasarkan Aktivitas Pada Bisnis

Ada berapa macamkah perilaku biaya pada aktivitas bisnis? Sebelumnya pada bagian Perilaku biaya dan cost driver Anda telah melihat bagaimana biaya dapat timbul dikarenakan oleh berbagai alasan.

Alasan-alasan tersebut adalah struktural perusahaan, jenis organisasi, dan aktivitas perusahaan.

Selain itu pula biaya timbul di level-level yang berbeda, mulai dari hanya di level unit, level batch (bundel atau kerat), level per produk, hingga level pabrik atau fasilitas perusahaan.

Pada artikel kali ini, kami akan membahas mengenai bagaimana perilaku biaya bila berdasarkan pada aktivitas. Hal ini dapat digunakan untuk efisiensi biaya dan memaksimalkan pendapatan.

Dengan mengidentifikasi biaya berdasarkan aktivitas kita dapat mengetahui seberapa efisien biaya kita dan bagaimana kita dapat mengontrol biaya.

Misalnya saja kita ingin dengan meningkatkan aktivitas yang sebesar (setinggi) ini seharusnya biaya yang terjadi hanya sebesar ini (estimasi awal).

Dengan mengetahui hubungan antara level aktivitas dan biaya perusahaan, kita juga dapat menghitung di level aktivitas mana (produksi) yang akan menghasilkan laba yang optimum.

Laba adalah selisih dari penjualan dan biaya, sementara biaya akan timbul karena adanya aktivitas yang kemudian menghasilkan barang dan jasa, yang akan dijual untuk menghasilkan penjualan (revenue).

Bagi manajemen perusahaan sangat penting untuk menilai ‘kewajaran’ laba dengan melihat hubungan antara aktivitas-biaya-pendapatan-laba.

Baca juga: 4 Poin Pentingnya Penggunaan Email Profesional Dalam Bisnis

4 Macam Jenis Perilaku Biaya Berdasarkan Aktivitas

Berdasarkan hubungannya dengan level aktivitas, maka biaya terbagi menjadi 4 jenis, yaitu:

  1. Variable cost (biaya variabel) – yaitu biaya – biaya yang besarannya berbanding lurus dengan tingkatan aktivitas yang ada
  2. Fix Cost (biaya Tetap) – yaitu biaya yang besarannya dalam jangka pendek tidak terpengaruh oleh aktivitas perusahaan
  3. Mix cost (biaya campuran) – adalah biaya yang pada level tertentu memiliki besaran yang tetap namun dengan bertambahnya operasi perusahaan maka biaya yang timbul akan menyesuaikan dengan tingkat aktivitas perusahaan
  4. Step Cost (biaya bertingkat) – adalah biaya-biaya yang pada rentang aktivitas tertentu memiliki besaran yang tetap namun naik lagi bila aktivitas melebihi rentang tersebut dan bertahan untuk rentang tertentu lagi.

1. VARIABLE COST

Variable cost (brainly.co.id)
Sumber : brainly.co.id

Dilihat dari grafik di atas, variable cost akan 0 (tidak ada) bila tidak ada aktivitas yang terjadi.

Sehingga seiring dengan bertambahnya aktivitas maka biaya juga akan meningkat linear (segaris lurus) dengan aktivitas.

Semakin tinggi aktivitas maka akan semakin besar biaya yang keluar, sebaliknya bila aktivitas makin menurun maka biaya akan semakin rendah.

Bahkan bila aktivitas menjadi 0 (tidak ada aktivitas) maka tidak akan ada biaya yang timbul. Apa saja yang termasuk dalam biaya variable cost? Diantaranya adalah:

  1. Biaya bahan baku
  2. Biaya Tenaga kerja langsung
  3. Biaya bahan penolong (overhead)
  4. Biaya komisi penjualan

Sebagai ilustrasi, perusahaan akan menggunakan perusahaan industri mobil karena industri ini lumayan rumit dan memiliki banyak sisi untuk di eksplor.

Perusahaan menerima orderan berupa 1000 unit mobil SUV. Untuk membuat 1 mobil SUV membutuhkan komponen sebagai berikut:

  1. 150 Kg besi dengan biaya 1 kilogram besi adalah Rp 15.000 (tentu untuk membuat mobil akan lebih kompleks dari sekedar besi, ada banyak jenis besi yang dibutuhkan)
  2. Membutuhkan 50 Kg Plastik untuk panel dan interior dengan biaya Rp 10.000/Kg
  3. Selain besi, perusahaan perlu velg dengan biaya sekitar 1,5 Juta per mobil dan karet ban dengan biaya Rp 500 ribu per mobil
  4. Mesin dengan biaya sekitar Rp 200 Juta, mesin ini sudah di outsource dari perusahaan lain.
  5. Satu buah mobil dirakit dengan waktu 5 jam, tarif tenaga kerja per jam adalah RP 150.000
  6. Bahan-bahan penolong diperkirakan memakan biaya Rp 2 juta.

Maka biaya untuk membuat satu mobil adalah

  1. Besi Rp 2.250.000 (Rp 15.000 x 150 kg)
  2. Plastik Rp 500.000 (50 Kg x Rp 10.000)
  3. Ban dan Velg RP 2.000.000 (Rp 1.500.000 + Rp 500.000)
  4. Mesin Rp 250.000.000
  5. Biaya gaji pegawai RP 750.000 (150.000 x 5 jam)
  6. Bahan penolong 2 juta

Biaya total adalah Rp 257.500.000

Kenapa biaya ini disebut biaya variabel? Ketika pesanan adalah 1000 mobil, maka biaya yang anda keluarkan adalah RP 257.500.000 x 1000 mobil =Rp 257.500.000.000 (257,5 miliar)

     Bila pesanan hanya 500 mobil maka biaya yang keluar adalah 128,75 Miliar (500 mobil x 257.5 juta)

     Bila pesanan hanya 100 mobil maka biaya yang keluar adalah Rp 25.75 Miliar (100 mobil x 257.5 juta).

     Bila pesanan menjadi 10.000 mobil biaya yang keluar adalah Rp 2,57 Triliun

     Bila tidak ada pesanan? Biayanya 0.

Oleh karena itu, biaya-biaya ini disebut sebagai biaya variabel yang besar kecilnya tergantung dari tingkat aktivitas (pesanan atau produksi).

Special Case: bagaimana bila yang terjadi, untuk pesanan 1,000 mobil ternyata biaya yang keluar adalah Rp 260 miliar (seharusnya hanya Rp 257,5 Miliar)?

Apa yang harus dilakukan? Anda dapat melakukan pengecekan yaitu

  1. Cek kesalahan jurnal. Barangkali ada kesalahan catat atau kesalahan input data (salah kali, bagi, tambah, kurang).
  2. Cek harga-harga barang. Barangkali ada harga-harga yang sudah naik sehingga standar harga yang lama sudah tidak berlaku lagi.
  3. Cek efisiensi penggunaan sumber daya. Jangan-jangan untuk membuat 1 mobil perusahaan sekarang menggunakan 151 Kg besi (ada inefisiensi 1 Kg) atau malah mengerjakan 1 mobil selama 6 jam (inefisiensi selama 1 jam) sehingga total biaya menjadi lebih besar.

2. FIX COST

Fix cost adalah biaya yang besarannya tetap berapapun tingginya tingkat aktivitas. Sebagai contoh adalah biaya penyusutan mesin.

Bila perusahaan menggunakan 1 mesin untuk memproduksi mobil tersebut berapapun kapasitas yang diproduksi maka biaya penyusutan akan sebesar itu-itu saja.

Misalkan perusahaan membeli mesin untuk merakit mobil seharga 10 Miliar dan memiliki masa manfaat 10 tahun. maka penyusutan per tahun adalah sebesar 1 Miliar (10 miliar untuk 10 tahun).

Bila perusahaan memproduksi 1000 mobil, apakah besaran penyusutan berubah?

Tentu tidak, apabila perusahaan hanya memproduksi 100 mobil, apakah penyusutan akan turun?

Tentu tidak. Maka daripada itu, biaya penyusutan dianggap sebagai biaya tetap.

Contoh lainnya adalah biaya pajak bumi dan bangunan, bila perusahaan beroperasi di lahan seluas 15 Ha dengan PBB Rp 10 juta (misalkan) apabila perusahaan memproduksi 100 mobil PBB akan lebih kecil daripada perusahaan memproduksi 1.000 mobil? Tentu tidak.

Special case: Apakah pegawai kantor termasuk dalam fix cost atau variable cost?

Gaji pegawai kantor memiliki sedikit keunikan tersendiri, maksud dari pegawai kantor adalah gaji pegawai administrasi dan manajemen yang tidak berkaitan dengan proses produksi.

Misalkan dalam sebulan, seorang pegawai digaji dengan tarif Rp 8.000.000/bulan.

Berapapun proses produksi dan penjualan gajinya akan tetap segitu saja, namun bila produksi atau penjualan menurun maka pegawai kantor akan banyak menganggur sehingga gaji dianggap tidak maksimal (kalo banyak nganggur seharusnya digaji RP 6.000.000 saja) namun berkebalikan bila aktivitas sedang tinggi, maka pegawai kantor akan memproses banyak pesanan.

Pada tingkatan aktivitas tertentu pegawai sampai lembur. Ada perusahaan yang tidak menerapkan lembur, ada yang menerapkan lembur.

Bila perusahaan menerapkan lembur. Maka gaji pegawai tidak akan dianggap sebagai fix cost lagi namun menjadi mix cost. Mix cost ini akan dibahas pada poin selanjutnya.

Baca juga: Usaha Pertukangan Sebagai Sektor Pendukung Perekonomian Indonesia


3. MIX COST

Biaya mix cost adalah biaya yang pada tingkat aktivitas 0 maka dia memiliki besaran yang sudah tetap (fix) namun meningkat seiring dengan adanya peningkatan aktivitas.

Sebagai contoh, gaji pegawai kantor tadi bila tidak ada produksi yang berlebihan maka gajinya adalah sebesar Rp 8.000.000.

Menurut observasi bahwa pegawai efektif bekerja untuk 1.000 pesanan saja, namun setelah itu pegawai akan lembur karena untuk menangani pesanan tersebut tidak cukup dalam 8 jam kerja saja.

Sehingga setelah 1000 jam gaji pegawai tidak lagi Rp 8.000.000/orang namun bisa lebih besar daripada itu (bisa Rp 10.000.000 atau Rp 12.000.000) tergantung dari tingkatan aktivitas.

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa biaya sebesar Rp 8.000.000 tidak tergantung pada aktivitas.

Walaupun aktivitas 0 (tidak ada produksi) maka pegawai kantor tetap dibayar Rp 8.000.000 namun bila tiba-tiba ada pesanan lebih dari 1000, maka ada kemungkinan besaran gaji pegawai dapat meningkat, dan tingkatannya bervariasi.

Contoh lain adalah biaya listrik, penggunaan listrik dibagi menjadi 2 yaitu untuk kantor dan untuk pabrik.

Listrik untuk keperluan kantor biasanya relatif lebih stabil karena jam kerja besarannya tetap (sekitar 8 jam) dan penggunaan listrik bergantung dari jam kerja (AC, Komputer, Lampu, dan lain-lain tergantung jam kerja).

Ada kalanya jam kerja lebih dari 8 jam dan itu disebabkan oleh lembur karena besarnya pesanan atau produksi sehingga biaya listrik relatif tetap untuk saat-saat tertentu dan menjadi lebih besar ketika aktivitas meningkat melebihi jam kerja.

Besaran listrik di kantor pun biasanya tidak fix, namun berjarak pada rentang tertentu, misalkan adalah Rp 100 juta – 120 juta / bulan.

Jika dihubungkan dengan sebelumnya, misalnya ketika pesanan dibawah 1000 unit mobil maka jam kerja tidak ditambah karena tidak ada pegawai yang lembur dan penggunaan listrik juga relatif stabil.

Namun begitu pesanan lebih dari 1,000 unit maka pegawai kantor akan lembur dan penggunaan listrik juga akan meningkat.

Biaya listrik juga memiliki biaya administrasi perbulan, baik perusahaan beroperasi ataupun tidak harus tetap membayar biaya administrasi.

Walaupun besarannya tidak signifikan namun biaya ini tetap ada sehingga dianggap sebagai fix cost dan kemudian biayanya naik dengan besaran per KWh.

Baca juga: 17 Ide Menanam Tanaman Obat Di Rumah, Jadi Solusi Bisnis Kekinian


4. STEP COST

Step cost atau biaya bertingkat adalah biaya yang memiliki besaran tetap dalam rentang aktivitas tertentu, namun bila melebihi rentang tersebut maka biaya akan naik.

Salah satu contohnya adalah, semua fix cost dalam jangka waktu panjang dan meningkatnya aktivitas perusahaan. Ini adalah biaya yang naik secara bertingkat.

Misalnya saja biaya penyusutan dan operasi mesin. Seperti contoh sebelumnya harga perolehan mesin adalah Rp 10 Miliar, disusutkan selama 10 tahun (biaya penyusutan adalah Rp 1 Miliar/tahun) dan memiliki kapasitas produksi 1.000 mobil per bulan.

Selama kapasitas produksi (yang dipicu oleh pesanan) masih sampai dengan 1000 unit maka biaya penyusutan adalah tetap.

Namun, ketika pesanan naik dan produksi juga harus meningkat melebihi 1,000 maka perusahaan harus membeli mesin baru.

Walaupun kenaikannya tidak signifikan, misalnya naik menjadi 1.001 unit, perusahaan pun harus tetap membeli mesin baru.

Seandainya harga mesin baru adalah sama dengan mesin lama, maka ketika level produksi 1,001 unit – 2,000 unit maka biaya penyusutan menjadi Rp 2 miliar (2 mesin dengan harga dan umur manfaat yang sama).

Contoh lainnya adalah biaya supervisor atau quality control, seorang supervisor digaji dengan biaya Rp Rp 12.000.000/bulan.

Namun seorang supervisor hanya efektif bekerja untuk 100 unit barang per bulan, seandainya lebih dari itu maka supervisor tidak akan bekerja secara maksimal dan kemungkinan akan banyak sekali pencatatan yang terlewat.

Maka perusahaan menerapkan kebijakan setiap produksi 100 unit barang per bulan akan ditangani oleh 1 orang supervisor.

Ketika volume produksi menembus 100 unit, menjadi 101 unit maka perusahaan perlu 2 orang supervisor dan memerlukan gaji Rp 12.000.000/orang sehingga total biaya supervisor Rp 24 juta/bulan.

Dan biaya ini bertahan hingga kapasitas produksi menjadi 200 unit. Ketika melebihi 200 unit, menjadi 201 unit maka perusahaan perlu supervisor baru, supervisor ketiga dengan gaji sama Rp 12 juta/ bulan.

Pada level produksi 201-300 unit maka biaya supervisor adalah Rp 36 Juta.

Special case: tidak ada biaya yang benar-benar fix cost dalam jangka panjang, namun adalah step cost.

Biaya penyusutan dan biaya operasi mesin (yang dihitung dengan per run) akan naik bertingkat sesuai kapasitas produksi.

Bagaimana cara memaksimalkan biaya-biaya bertingkat ini?

Dengan memproduksi mendekati kapasitas step cost, bila sudah menggunakan 2 mesin maka produksi mendekati 2000 unit lebih baik daripada memproduksi 1001 unit.

Bila menambah supervisor maka produksi mendekati 200 lebih hemat daripada memproduksi hanya 101.

Demikianlah penjelasan mengenai biaya perusahaan berdasarkan aktivitas yang terjadi. Jika Anda memiliki saran lain mengenai topik lain yang harus kami bahas, tinggalkan di kolom komentar ya.

Artikel ini ditulis oleh: Admin taukan.com.

#buttons=(Setuju!) #days=(20)

Situs web kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman menjelajah Anda. Pelajari
Accept !